Review Film: The Grand Budapest



The Grand Budapest Hotel ini film yang direkomendasikan oleh dosenku di mata kuliah penulisan naskah, sehingga ketika aku akhirnya memutuskan untuk menonton sebenarnya aku berharap akan menemukan jenis penuturan cerita yang unik.

Ah ya, ternyata dari segi bercerita, film ini memang unik. Aku bahkan harus mengulang lagi dari awal karena ketika sampai di akhir di kepalaku masih muncul banyak pertanyaan. Setelah aku mencoba mengulang dan memahami film ini, syukurlah aku akhirnya mengerti juga. Penuturan ceritanya dibuat tiga lapis. Pertama dari seorang gadis yang membaca sebuah buku milik The Author, kemudian di buku itu ada foto The Author dan masuk ke dalam sudut pandang The Author yang bercerita tentang kisahnya ketika ia berkunjung ke Grand Budapest Hotel dan bertemu dengan Zero Mustafa pemilik hotel yang menceritakan kisah perjalanannya hingga memiliki hotel mewah tersebut. Mudah dimengerti kok, nggak terlalu membingungkan, cuma memang unik. Bahkan di awal karena saking bingung apa maksudnya cerita berlapis-lapis kayak gitu akhirnya aku cuma ngikutin aja ceritanya sampai mengerti sendiri.


Ada kesadaran lainnya ketika aku menonton film ini yang ternyata tidak hanya terletak di segi cerita, ada yang jauh lebih ditonjolkan dari hal tersebut. Emm… ini pertama kali aku menonton film Wes Anderson sehingga jujur saja masih belum mengerti benar ciri khas dari filmnya. Dan ternyata ciri khas Wes Anderson adalah permainan sinematografi yang sangat indah.

Disepanjang film yang diceritakan mundur hingga ke tahun 1935 kalau tidak salah, kita disajikan 2 aspek rasio yaitu 16:9 dan 4:3, well, aku nggak benar-benar mengerti apa maksudnya, tapi aku mencoba menyimpulkan bahwa itu mengikuti jarak ceritanya dari masa kini ke masa lalu yang sangat jauh. Ah ya, jadi kembali ke tahun 1935-an itu, dengan aspek rasio 4:3, hal lain yang sangat terasa pada film Wes Anderson adalah penataan artistik yang sangat lengkap, rapih, dan eye catching. Rasanya kita menonton film ini tidak hanya difokuskan oleh cerita, tapi banyak kali lebih difokuskan kepada visualnya yang sangat cantik, dengan warna-warninya yang harmonis, dan terutama tatanannya yang selalu membuatku kagum. Belum lagi pengambilan gambarnya yang selalu terlihat simetris, benar-benar memanjakan mata dan fokus kepada objek utama tapi selalu seimbang, dan itu membuat film ini terasa indah.

Dan hal unik lainnya adalah ritme film ini, juga musik yang digunakan. Aku jadi keingetan film-film bisu dan film-film lama yang dikasih musik, jenis musik yang digunakan sejenis dengan film ini. Ah, rasanya jadi seperti kembali menyaksikan film-film pada sejarah film itu sendiri. Dan ritmenya juga mirip, bahkan disaat-saat serius pun film ini tetap menggunakan ritme yang terasa menghibur dan lucu, seolah mengajak penontonnya untuk terus tersenyum apapun keadaannya.

Agak sulit mengikuti kekacauan ceritanya yang cukup absurd, kalimat-kalimat yang sering digunakan pemainnya juga seringkali bikin cengoh karena nggak terserap dengan baik dikepala, tapi jelas film ini sulit untuk di skip karena sekali lagi ada banyak unsur lain yang memaksa kita untuk tekun menonton film ini. Em, film ini cukup jeli juga sehingga banyak hal yang awalnya tidak begitu kuhiraukan akhirnya kuputar ulang dan mendapati bahwa hal-hal tersebut ternyata cukup penting.


Tidak ada pesan yang berarti, tapi sebagai hiburan, film ini sangat menghibur tidak meninggalkan rasa sedih teramat dalam ataupun membuat kita memikirkan hal-hal yang rumit. Film ini sangat sederhana dan imajinatif, sangat cocok sebagai hiburan dan pelarian diri dari dunia nyata.


Salam, ADLN_haezh

Komentar